[Sudut pandang Juno]
Namaku adalah Juno. Aku adalah seorang penulis novel yang
sedang naik daun yang dikenal sebagai Junichi Sensei. Saat aku kecil aku
memiliki teman perempuan yang bernama Yuko.
[Flashback Bagian 1: Pertemuan dengan Yuko]
Saat kecil dulu aku sering bermain di sebuah taman bermain
di dekat rumahku. Saat di taman aku sering melihatnya membaca buku sendirian. Bagiku
dia nampak seperti tidak memiliki seorang teman sehingga hanya menghabiskan
waktunya untuk membaca buku. Karena aku merasa sedikit kasihan karena kupikir
dia tidak memiliki seorang teman, aku pun mencoba untuk menyapanya dan
mengajaknya bermain.
Awalnya dia menolaknya karena lebih menyukai membaca bukunya
sendirian. Tapi, aku selalu mencoba untuk mengajaknya bermain hingga suatu hari
entah bagaimana kami pun bisa berteman. Hari demi hari, kami pun semakin akrab
hingga terlihat seperti teman dekat yang tak terpisahkan. Hari demi hari, kami
selalu menghabiskan waktu kami di taman dengan bermain ataupun membaca bukunya
bersama.
Namun suatu hari, keluarga Yuko pindah keluar kota, tentu
saja dia ikut bersama keluarganya. Saat pertemuan terakhir kami di taman itu
dia terlihat begitu sedih karena kami harus terpisah. Namun aku mencoba untuk
menghiburnya. Akhirnya aku mendapatkan sebuah ide.
“Kau suka membaca novel bukan. Kalau begitu, suatu hari
nanti aku akan menjadi seorang penulis novel terkenal. Aku akan menuliskan
kisah kita dalam sebuah novel. Aku akan menuliskan kisah awal pertemuan kita
hingga kisah dimana kita bisa bertemu lagi di taman ini suatu hari nanti.
Teruslah membaca novel hingga aku bisa melakukan hal itu
suatu hari nanti. Setelah itu kita akan bertemu lagi di sini tepat di tanggal
saat kita pertama bertemu.”, kataku dengan penuh bersemangat.
“Juno, baiklah kalau begitu. Aku menantikannya. Janji ya!”,
kata Yuko sambil mengusap air matanya.
“Ya, aku berjanji”, kataku.
Akhirnya kami pun berjanji di hari itu.
[Flashback Bagian 2: Awal menjadi Penulis]
Setelah perpisahanku dengan Yuko, aku mulai sering membaca-
baca novel, komik, dan juga melihat beberapa anime untuk mencari referensi.
Tanpa sadar lama- kelamaan, aku mulai tertarik dengan hal- hal itu dan sering
menghabiskan waktuku untuk melakukannya.
Suatu hari, aku pun mulai teringat kembali akan janjiku. Aku
pun mulai mencoba menulis novel seperti yang kujanjikan pada Yuko. Aku
menulisnya sedikit demi sedikit saat sepulang sekolah. Hari demi hari, aku
selalu menghabiskan waktuku untuk menulis saat pulang dari sekolah.
Suatu hari aku menemukan sebuah kompetisi membuat novel yang
mungkin bisa ku ikuti. Aku mencoba mengirimkan novel karyaku untuk kompetisi
tersebut. Namun sayang sekali karena aku harus gagal. Setelah itu, aku tidak
hanya menuliskan kisahku dengan Yuko. Namun aku juga menuliskan beberapa kisah
yang lainnya. Aku ingin segera menjadi penulis dan bertemu Yuko lagi.
Akhirnya suatu hari, aku seakan mendapatkan kesempatan
kedua. Ada sebuah kompetisi lagi yang mungkin bisa ku ikuti. Aku sudah
memperbaiki beberapa hal yang mungkin adalah penyebab kegagalanku.
Aku merasa sudah mulai bisa menulis ceritanya dengan baik
saat ini. Aku juga sudah menulis beberapa cerita untuk memperbesar peluangku
memenangkan kompetisi dan menjadi penulis. Aku merasa kalau aku bisa
melakukannya dan akhirnya salah satu karyaku terpilih dan akan diangkat menjadi
sebuah novel. Saat itu aku masih kelas 2 SMA. Akhirnya sejak saat itu aku mulai
merintis karirku sebagai seorang penulis novel.
[Kembali ke waktu saat ini]
Tak terasa sekarang aku sudah menjadi seperti ini. Setelah
aku berhasil dengan beberapa karyaku, aku mulai mencoba untuk menulis kisahku
dengan Yuko lagi. Tentu saja dengan beberapa perbaikan. Dan saat ini adalah
saat peluncuran perdana novel karyaku tersebut.
“Apa kau sudah siap sebentar lagi acaranya akan dimulai?”,
kata manajerku.
“Ya, aku sudah siap sejak tadi”, kataku.
Akhirnya acara peluncuran perdana novel karyaku tersebut pun
dimulai.
[Sudut pandang Yuko]
Aku adalah Yuko. Aku adalah seorang gadis yang suka membaca
buku, terutama novel. Saat ini aku sedang menyukai karya seorang penulis novel
yang sedang naik daun yang bernama Junichi Sensei. Aku sudah menyukai karyanya
sejak karya novelnya yang kedua. Aku ingin menghadiri acara peluncuran novel
terbarunya. Namun karena kesibukanku, aku tidak pernah bisa melakukannya.
Aku selalu membeli karyanya di toko buku dekat rumahku. Kali
ini pun, aku datang ke toko buku tersebut untuk membeli karya terbarunya.
Karyanya kali ini bercerita tentang teman masa kecil yang terpisah karena salah
satu diantara mereka pindah rumah. Tunggu dulu, aku merasa seperti tidak asing
dengan cerita ini. Jino ya? Aku merasa tidak asing dengan nama itu. Apakah
mungkin ini Jino, teman masa kecilku? Disini juga ada namaku Yuko.
Aku pun mencoba membacanya lagi saat sampai dirumah. Aku
merasa yakin kalau ini adalah Jino, teman masa kecilku. Aku kembali teringat
dengan janjinya. “Aku akan menjadi seorang penulis novel dan aku akan
menuliskan kisah kita didalamnya. Saat aku berhasil melakukannya nanti kita
akan bertemu lagi di tempat ini tepat di tanggal saat kita pertama bertemu”,
seingatku itulah janjinya.
Bertemu di taman itu ya? Di tanggal saat kita pertama
bertemu? Saat kita pertama bertemu ya? Itu, besok bukan? Aku akan melanjutkan
kuliahku keluar negeri dan akan berangkat lusa. Aku rasa aku masih sempat
bertemu dengannya besok.
Keesokan harinya cuacanya sedang tidak bersahabat. Namun aku
tetap berusaha untuk menemuinya. Karena aku pergi ke kota yang tidak terlalu
jauh dari kotaku, aku memutuskan untuk menaiki taksi saja.
Aku berangkat pada pagi hari. Sambil memegang payungku, aku
berdiri di pinggir jalan untuk mencari taksi. Akhirnya aku mendapatkan taksi
untuk kutumpangi. Namun jalanan sedang macet, aku rasa perjalananku kesana akan
sedikit lama.
[Sudut pandang Jino]
Aku tidak tahu, apakah dia masih mengingat janji kita atau
tidak? Aku tidak tahu, apakah dia sudah membaca novelku atau tidak? Aku sudah
menerbitkan novelku sejak beberapa bulan lalu dan sekarang sudah dijual di
toko- toko buku di berbagai tempat.
Aku mengambil cuti beberapa hari sebelum pertemuan kami. Aku
kembali ke kota tempat tinggalku saat kecil dulu. Aku sering melewati taman tempatku
bertemu dengan Yuko dulu sejak kembali kesana. Hampir setiap hari selalu
kusempatkan untuk lewat sana sesekali.
Saat hari pertemuan kami, aku berangkat pagi- pagi sekali ke
taman itu. Walaupun cuaca terlihat seperti sedang tidak bersahabat, namun aku
tetap kesana sambil membawa payungku. Aku menunggunya sambil duduk di sebuah
bangku di taman itu. Taman itu sedikit berubah. Namun masih banyak hal yang
tidak berubah sejak aku kecil sehingga seakan akan seperti membawa kembali
kenangan masa kecilku.
Aku menunggunya sejak pagi- pagi sekali. Aku menunggu sejak
beberapa jam yang lalu. Aku sempat berpikir kalau mungkin dia tidak akan
datang. Tapi aku tetap berusaha menunggunya di sana hingga ....
“Jino, apa kau Jino?”, kata seorang gadis yang tiba- tiba
menyapaku.
Aku mencoba melihatnya dengan seksama, lalu aku kaget
ternyata dia adalah Yuko.
“Ya, aku Jino. Apakah kau Yuko?”, kataku.
“Ya, aku Yuko. Maaf, aku sedikit telat karena jalanannya
sangat macet!”, kata Yuko sambil terengah- engah.
“Oh iya, tidak apa- apa. Duduklah dahulu!”, kataku.
Setelah dia duduk, aku bertanya padanya, “Oh iya, katamu
jalanan sangat macet ya! Ngomong- ngomong dimana tempat tinggalmu sekarang?
Bagaimana kau bisa kesini?”.
“Aku sekarang tinggal di kota sebelah. Aku bisa kesini
setelah membaca novelmu. Aku masih ingat dengan janji kita. Kau juga bukan?”,
katanya.
“Oh begitu ya, tentu saja aku ingat. Jika tidak, aku tidak
akan berada disini saat ini.”, kataku.
Setelah itu, kami kemudian berbicara panjang lebar mengenai
berbagai hal untuk melepaskan kerinduan kami. Lalu Yuko mengatakan kalau dia
akan pergi untuk bersekolah di luar negeri untuk mengejar mimpinya. Dia
mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di sana dan dia akan berangkat besok.
Aku sangat sedih.
Setelah sekian lama kami terpisah, akhirnya kami bisa bertemu kembali. Namun
pertemuan itu hanya sesaat karena setelahnya kami harus terpisah lagi untuk
berjuang dengan mimpi kami masing- masing. Aku ingin mencegahnya, namun aku
tidak ingin menjadi orang yang menghalanginya untuk mencapai mimpinya. Aku pun
hanya bisa mendukungnya.
Tak lama setelahnya kami pun harus berpisah lagi. Namun
tidak seperti sebelumnya, kali ini kami sudah saling bertukar kontak agar
selalu bisa saling menghubungi. Walaupun kami berjauhan, tapi kami akan selalu
terhubung. Setelah saling berpamitan, kami pun berpisah untuk mengejar mimpi
kami masing- masing. “Mari kita sama- sama berjuang”, katanya sebelum dia
pergi. Dia pun pergi untuk bersekolah di luar negeri untuk mewujudkan mimpinya
menjadi desainer internasional, sedangkan aku tetap berjuang untuk menjadi
seorang penulis yang lebih hebat lagi.
Comments
Post a Comment