Aku adalah Arima. Sejak minggu
lalu ibuku dirawat di rumah sakit karena penyakit dalam yang dia alami sedang
kambuh. Aku selalu menjenguknya dan merawatnya setiap pulang sekolah. Tapi,
ayahku seperti tidak peduli dengan ibu. Memang benar kalau dia yang menanggung
semua biaya perawatannya. Namun dia hampir tidak pernah menengok ibu dengan
alasan sibuk dengan pekerjaannya.
Di saat yang sama, ada seorang
anak perempuan di kelas yang mendekatiku. Awalnya dia hanya menanyakan beberapa
hal tentang pelajaran yang tidak dia ketahui. Namun semakin hari, dia semakin
tidak segan- segan untuk bertanya atau sekedar mengajakku mengobrol. Awalnya
aku bersikap biasa saja. Namun karena masalah ibuku yang berusaha aku
sembunyikan dari teman sekelasku dan kondisiku saat ini yang sedang merasa
sedikit kesepian karena ibuku sakit dan ayahku yang sibuk dengan pekerjaannya,
aku mulai merasa dia datang di saat yang tepat dan mulai menyukainya.
Aku mulai memberanikan diriku
untuk mendekatinya dan mengungkapkan perasaanku terhadapnya. Walau dengan kata-
kata yang sedikit berbelit, aku bisa mengerti kalau dia sedang menolakku walau
dia mencoba mencari kata- kata yang tidak akan melukai hatiku. Walaupun begitu,
aku sedikit bersyukur karena aku lega telah mengungkapkan perasaanku. Kukira
hubungan kami tidak akan berubah namun aku terlalu naif. Setelahnya aku pun
merasakan kalau dia mulai menjauhiku.
Setelahnya aku sempat mendengarnya
saat sedang mengobrol dengan teman- temannya. Katanya dia sebenarnya tidak
punya perasaan apa- apa padaku, dia tidak menyangka kalau aku akan menyatakan
perasaanku adanya. Setelah mendengarnya secara sekilas, aku pun menjauh.
Mungkin dia mencoba menjauh agar perasaanku padanya tidak menjadi semakin kuat.
Setidaknya itu yang kupikirkan.
Tak lama setelah kejadian itu, ibu
meninggal di rumah sakit. Aku menemaninya seorang diri tanpa ayahku. Disaat aku
sedang sedih, aku seorang diri, tak ada ayah yang menemaniku dan aku ditolak
dan dijauhi anak perempuan yang aku sukai. Aku merasa sangat putus asa.
Setelahnya aku selalu berangkat ke
sekolah dengan wajah yang murung. Aku seolah- olah seperti mengeluarkan aura
yang mengatakan jangan mendekatiku. Akhirnya teman- teman pun semakin menjaga
jaraknya denganku.
Setelah ibuku mati, ayahku ingin
menikah lagi, “Seorang anak sepertimu pasti memerlukan sosok seorang ibu,
karena itulah aku akan menikah lagi”. Aku menolaknya. Lalu ayah berkata, “Aku
tidak membutuhkan ijin darimu untuk melakukannya. Aku hanya ingin mengatakannya
kepadamu. Kau tidak bisa menghentikanku”. Ayah pun pergi.
Aku sangat kesal hingga mencoba
memukul tembok. Aku sangat putus asa, ditengah keputusasaan itu aku membaca
suatu cerita yang menarik. Cerita itu sangat mirip dengan kisah hidupku. Aku
pun berfikir untuk mulai mencoba menulis dengan menuangkan semua rasa sakit,
kesal, putus asa, dan semua perasaan yang ku rasakan. Aku pun memulai langkah
awal untuk menjadi seorang penulis dan aku pun menjadi penulis yang hebat.
Begitu menyelesaikan sekolahku, aku
pun mulai meninggalkan rumah karena tidak setuju dengan keputusan ayahku untuk
menikah lagi dan karena aku tidak mau mengakui ibu tiriku sebagai ibuku. Aku
pun mulai hidup sendiri di sebuah rumah kos biasa dengan biaya yang kudapatkan
dari menjadi seorang penulis.
Chihaya sering mengunjungiku setiap
saat. Dia adalah anak dari ibu tiriku. Bisa dibilang dia adalah adik tiriku.
Aku memang tidak mau mengakui ibunya sebagai ibuku. Namun menurutku itu tidak
ada hubungannya dengan dia.
Awalnya hubungan kami memang tidak
terlalu baik setidaknya begitu menurutku. Tapi dia selalu mengunjungiku, bahkan
dia juga merawatku saat aku sakit. Akhirnya aku pun mulai bisa menerimanya dan
mulai dekat dengannya. Dia biasanya mampir sebentar sepulang sekolah dan pulang
saat menjelang sore.
Tidak hanya Chihaya, teman terdekatku
sejak kecil, Zico dan juga beberapa teman seprofesiku juga sering
mengunjungiku. Setidaknya mereka bisa sedikit menghiburku dari rasa penat dan
kebosananku.
Aku terus menulis. Hingga suatu
hari, tanpa kusadari novel tulisanku berhasil menyelamatkan seorang anak
perempuan yang nyaris putus asa dengan kehidupannya. Anak perempuan itu pun
terinspirasi untuk mulai menulis. Tak disangka tulisannya berhasil membawanya
untuk memulai karir sebagai seorang penulis.
Suatu hari, produserku
memperkenalkan seorang penulis baru yang sedang naik daun. Dia akan menjadi
penulis yang satu agensi denganku namanya Hifumi. Sejak saat itu dia mulai
masuk dalam kehidupanku dan mulai menjadi dekat denganku. Setelah itu dia pun
mulai sering mengunjungiku dan mulai berteman dengan beberapa temanku yang juga
sering mengunjungiku.
Suatu hari Hifumi datang ke
rumahku untuk meminta saran tentang beberapa hal tentang cerita yang dia tulis.
Karena aku sedang tidak ada kerjaan dan teman- temanku yang lain pun juga
sedang sibuk, aku pun memutuskan untuk membantunya. Kami menghabiskan waktu
cukup lama hingga hari pun mulai sore. Dia pun memutuskan untuk pulang karena
sudah dijemput oleh jemputannya.
Tapi sebelum dia pulang dia sempat
mengatakan beberapa kata yang tak terduga. Sambil sedikit menahan rasa malunya
dan dengan wajah yang sedikit memerah, dia mengatakan perasaannya padaku.
Karena aku merasa kaget dengan pernyataan cintanya yang tiba- tiba, aku pun tak
tahu harus menjawab seperti apa. Akhirnya aku pun memintanya untuk menunggu
jawabanku.
Seiring berjalannya waktu, karir
Hifumi dengan novel percintaannya pun terus menanjak. Mungkin saat ini dia
bahkan sudah melampauiku. Aku pun teringat dengan pernyataan perasaannya saat
itu. Aku pun berpikir apakah aku pantas dengannya.
Setelah melalui berbagai
pertimbangan dan karena trauma masa laluku juga aku pun memutuskan untuk
menolaknya. Tepat saat aku memutuskan untuk mengatakannya. Sambil menahan rasa
sedihnya, dia pun pergi setelah memberikan beberapa oleh- oleh padaku.
Setelah dia pergi, ternyata tanpa
sepengetahuanku, dia bertemu dengan Zico. Aku selalu satu sekolah dengan Zico,
walaupun kami jarang sekelas. Tapi mungkin bisa dibilang, dialah orang yang
paling mengerti tentang diriku.
Zico mencoba menanyakan padanya
apa yang terjadi. Dia sempat mencoba untuk menutupinya namun pada akhirnya dia
tak bisa menutupi rasa sedihnya dan terpaksa menceritakan semuanya. Zico pun
memintakan maaf untukku dan dia pun menceritakan semuanya.
Setelah menceritakan semuanya,
Hifumi pun mulai bisa memahami kondisiku. Saat Zico menanyakan apa yang akan
dia lakukan selanjutnya, dia pun menjawab bahwa dia ingin tetap disisiku.
Baginya aku adalah sosok yang istimewa dan berharga, tak peduli seperti apapun
dia ingin tetap berada disisiku setidaknya itu adalah hal yang dia pikirkan
sejak awal. Dia hanya sedikit syok mendengar penolakan dariku. Tapi itu tidak
akan menghentikannya dari niat awalnya tersebut.
Suatu hari, seseorang menuduhku
plagiat karya orang lain di media sosial. Novel karya orang tersebut memiliki
jalan cerita yang hampir mirip dengan jalan cerita di salah satu novelku. Namun
novel karya orang tersebut malah kurang populer dan kalah saingan dengan novel
yang lainnya. Dan aku dianggap sebagai salah satu penyebabnya.
Aku memutuskan untuk tidak
menjelajah internet lagi hingga kondisinya mulai kondusif. Aku mencoba untuk
tidak terlalu memikirkannya. Namun tetap saja aku kepikiran dan membuatku jatuh
sakit.
Aku mencoba untuk beristirahat di
tempat tidur. Aku sempat terbangun dan sekilas melihat sosok Hifumi. Aku
berpikir mungkin itu hanya bayanganku saja. Lagipula apakah dia akan datang
untuk merawatku setelah aku menolaknya
beberapa hari yang lalu.
Setelah aku terbangun, aku menoleh
ke samping dan melihat Chihaya.
Aku pun bertanya, “Apakah kamu
yang sudah merawatku?”.
Chihaya pun berkata, “Sayangnya
bukan aku, sepertinya aku sudah keduluan oleh seseorang”. Sambil menggerakkan
matanya seolah ingin menunjukkanku sesuatu. Saat aku melihat ke samping satunya
lagi aku melihat Hifumi yang tertidur sambil duduk di sebelah tempat tidurku.
“Hifumi”
“Ah, kamu sudah bangun? SSS...
Sebentar aku akan membuatkan makanan hangat untukmu”. Sambil sedikit terlihat
seperti salah tingkah dia segera mengganti kompresku dan pergi ke dapur.
“Baiklah, karena hari mulai sore.
Aku akan segera pulang jaga dirimu baik- baik ya. Kalau ada apa- apa kakak bisa
segera menghubungiku.”, Chihaya pun segera pulang.
Suasananya menjadi sedikit
canggung setelah Chihaya pulang. Tak lama setelah memastikan kondisiku mulai
membaik, Hifumi pun berpamitan pulang. Sebelum dia pergi, aku sempat menanyakannya
sesuatu hal yang mengganjal dihatiku.
“Kenapa? Kenapa kamu mau melakukan
semua ini setelah aku menolakmu beberapa hari kemarin?”
“Walaupun aku sudah ditolak
sekalipun, aku masih ingin berada didekatmu. Karena bagiku kamu adalah orang
yang istimewa dan berharga karena pernah menyelamatkan hidupku. Aku percaya
padamu bukan pada fitnah itu. Dan walaupun seluruh dunia memusuhimu sekalipun,
aku akan tetap berada disisimu karena kamulah orang yang paling berharga
bagiku. Kalau begitu sampai jumpa.”
Dia pun pergi. Aku sedikit
tersentuh dan kagum dengan apa yang dia katakan. Lalu, aku yang sebelumnya
hanya mencoba untuk melarikan diri dari fitnah tersebut, mulai mencoba untuk
mengklarifikasi fitnah tersebut. Lambat laun fitnah itu mulai hilang dan
kehidupanku kembali seperti semula. Aku merasa berterima kasih pada Hifumi.
Suatu hari aku bertemu dengan Zico,
dia bersyukur karena fitnah itu sudah berangsur menghilang. Dia pun
menceritakan apa yang telah Hifumi lakukan. Zico mengatakan bahwa sebenarnya
saat itu ada hal yg seharusnya tidak bisa Hifumi tinggalkan karena sangat
penting dan menyangkut karirnya, tapi dia tidak peduli dan lebih memilih untuk
merawatku. Menurutnya yang saat ini dia miliki sudah cukup baginya, daripada
karirnya dia lebih memilih untuk merawatku karena telah menyelamatkan hidupnya
dan membawanya ke kehidupannya saat ini. Karena itu aku adalah hal yg paling
berharga baginya.
Aku teringat untuk berterima kasih
pada Hifumi. Karena itulah aku sengaja mengajaknya pergi bermain di alun- alun
saat hari minggu sebagai rasa terima kasih dariku. Hifumi saat antusias
mendengarnya. Dia menanyakan hari dan jam berapa kami akan bertemu. Aku pun
mengatakan tempat dimana kita akan bertemu. Aku bersyukur, karena sepertinya
dia terlihat senang.
Saat harinya tiba, Hifumi sampai
menunggu sejam lebih awal di tempat ketemuan
kami karena saking antusiasnya. Aku sempat kaget mendengarnya. Kami pun
berangkat ke Alun- alun. Kami menikmati berbagai hiburan disana.
Saking bahagianya, Hifumi sempat
berkata “Ini seperti kencan saja ya”. Kemudian dia meminta maaf, “Maaf karena
sudah mengatakannya, padahal kau sudah menolakku”.
“Ah, tidak apa- apa” kataku sambil
tersenyum. Aku pun mulai berpikir untuk menerima Hifumi.
Aku mulai bingung dengan apa yang
akan aku lakukan. Aku tahu apa yang aku rasakan, tapi aku teringat dengan
trauma masa laluku. Aku pun teringat dengan kata- kata salah satu karakter
dalam novel yang pernah ku buat, “Kau tidak akan pernah meraih keberhasilan
jika selalu takut akan kegagalan”. Aku pun mulai memberanikan diri untuk mencoba
mengatakannya. Aku teringat dengan hari ulang tahun Hifumi dan sebagai hadiah
kejutannya aku akan mengatakan perasaanku.
Saat hari ulang tahunnya, Hifumi
begitu senang karena mendapat banyak hadiah dan juga pesta kejutan dari teman
temannya walaupun tidak terlalu mewah. Setelah semua memberi hadiah padanya, aku
mengatakan padanya kalau aku juga punya sebuah hadiah kejutan untuknya. Hifumi
menanyaiku, “Apa itu?”. Aku pun mengatakan perasaanku sambil memberikan bunga sebagai
simbol perasaanku. Hifumi terlihat begitu senang hingga dia menangis karena
tidak menyangkanya tapi dia menerimanya dengan senang hati. Kami sempat
mendapat sorak sorai dan ucapan selamat dari orang- orang yang hadir dalam
acara tersebut.
Setelahnya, kami pun berpacaran. Hifumi
sempat menanyakan kepadaku kenapa aku menolaknya dulu dan aku pun
menceritakannya. Aku juga menceritakan kisah hidupku. Hifumi mendengarnya
dengan seksama hingga mulai merasa kasihan. Sebagai balasannya Hifumi pun
menceritakan kisah hidupnya juga.
Aku mendengarnya dengan seksama
dan berkata, “Kau benar- benar sudah melalui hal yang sulit ya”.
“Ya, tapi cerita yang kamu tulis
telah memberiku semangat hidup dan menyelamatkan hidupku. Terima kasih” katanya.
“Walaupun cerita yang ku tulis itu
tidak terlalu bagus, tapi syukurlah kalau ceritaku itu bisa menyelamatkanmu.”, kataku.
“Menurutku itu cukup bagus kok”
kata Hifumi.
“Terima kasih” kataku sambil
tersenyum.
Seiring berjalannya waktu kami pun
mulai mengetahui kelebihan dan kekurangan masing- masing. Kebanyakan pasangan
berpisah setelah mengetahui kekurangan pasangan mereka dan tidak bisa
menerimanya. Aku merasa sedikit bersalah dan meminta maaf setelah dia
mengetahui beberapa kekuranganku karena begitulah diriku apa adanya.
Namun Hifumi berkata “Tidak apa-
apa, lagipula setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing- masing.
Lagipula aku juga memiliki banyak kekurangan. Menurutku kamu orang yang baik
dan aku menerimamu apa adanya. Ku harap kau juga begitu”.
“Terima kasih. Menurutku kamu juga
adalah orang yang baik karena itu aku mau menerimamu apa adanya.”, kataku.
“Syukurlah kalau begitu”, katanya.
“Ya, aku juga bersyukur bisa
memiliki kekasih seperti dirimu” kataku.
“Aku bersyukur telah membaca
ceritamu dan aku juga bersyukur telah bertemu denganmu dan menjadi kekasihmu”,
kata Hifumi.
Akhirnya kami pun menikah dan
hidup bahagia selamanya.
Comments
Post a Comment