Skip to main content

Teman Masa Kecil, Teman Lama


Aku adalah Nico. Saat ini aku telah menginjak kelas 1 SMA. Saat awal aku masuk SMA, entah kenapa aku selalu terlibat atau terjebak dalam suatu masalah. Misalnya saja saat hari pertama masuk sekolah, aku terlambat karena jam di rumahku mati. Saat kulihat jam di HPku aku begitu kaget karena sudah terlambat ke sekolah. Selain itu ada beberapa kejadian juga di sekolah dimana tanpa ku sengaja aku juga terlibat di dalamnya. Akhirnya aku di cap sebagai anak bermasalah karena sudah banyak menciptakan kesan pertama yang kurang baik di sekolah.
Untungnya aku punya teman sebangku yang percaya padaku sehingga aku masih ingin berangkat ke sekolah. Aku tidak terlalu banyak memiliki teman. Selain itu temanku juga laki-laki semua.
Oh iya, aku baru ingat aku memiliki seorang teman perempuan yang bernama Rena. Dia adalah satu- satunya teman perempuan yang kumiliki. Namun dia berbeda kelas denganku. Untungnya kami sepakat memilih ekstrakurikuler yang sama sehingga kami bisa selalu bertemu sepulang sekolah.
Aku mengenal Rena saat SMP dulu. Saat itu, aku dikenal sebagai anak yang pandai bukan anak yang bermasalah seperti sekarang. Aku selalu masuk 5 besar saat SMP dulu dan kebetulan saat itu aku menjadi juara kelas.
Saat itu, ada seorang anak perempuan yang sedikit kesulitan untuk mencerna pelajaran di kelas, dia adalah Rena. Rena adalah anak yang pendiam dan pemalu termasuk saat di SMP dulu. Lalu ada seorang guru yang memintaku untuk mengajarinya karena kebetulan aku adalah juara kelas saat itu. Mungkin dengan diajarkan oleh teman sekelasnya sendiri akan membuatnya lebih nyaman dan lebih mudah menyerap pelajaran kata guru tersebut. Nama guru tersebut adalah Bu Rita, guru Matematika. Akhirnya aku mulai pun mengajari Rena pelajaran matematika di kelas saat sepulang sekolah.
Awalnya aku memberikan Rena beberapa soal, aku ingin melihat bagaimana dia mengerjakannya. Tapi dia nampak begitu gugup sehingga tidak bisa konsentrasi dalam mengerjakannya. Awalnya aku tidak tahu apa alasan dia gugup. Lalu aku menanyakan padanya, ternyata dia tidak terbiasa mengerjakan soal, sementara ada orang yang sedang melihatnya didekatnya.
Saat itu kebetulan aku duduk di bangku di depan bangku Rena. Akhirnya aku pindah ke bangku depan yang sedikit jauh dari Rena. Aku memintanya untuk mengabariku jika sudah selesai mengerjakan soalnya.
Setelah melihat bagaimana cara dia mengerjakannya dan juga jawabannya, aku jadi sedikit mengerti bagian- bagian mana saja yang belum dipahaminya. Akhirnya aku kembali pindah ke bangku di depan bangku Rena untuk mengajarkan hal- hal yang kurang dipahaminya secara perlahan- lahan. Dia tampak sedikit kebingungan, lalu aku menanyakan padanya, “ada apa?”. Ternyata dia kesulitan melihat tulisanku, akhirnya aku membalik bukuku agar memudahkannya untuk membacanya. Akhirnya aku mulai mencoba menulis dengan terbalik sambil mengajarinya.
Namun karena aku sedikit kesulitan untuk menulisnya, aku pun berpindah kesebelahnya. Dengan begini aku bisa menulisnya dengan mudah. Lalu tiba- tiba dia bergeser menjauhiku. Lalu aku pun tersadar, mungkin dia malu karena aku duduk disebelahnya. Dengan tempat duduk yang sedikit berjauhan dengannya aku mencoba mengajarinya.
Setelah melihat bagaimana cara dia mengerjakannya dan bagaimana dia memahami penjelasanku dengan cepat, aku berpikir bahwa dia sebenarnya cukup pintar. Namun, aku masih tidak mengerti kenapa dia kesulitan memahami pelajaran di kelas padahal dia bisa memahami penjelasanku dengan cukup cepat. Aku pun bertanya padanya dan dia pun menjawabnya. “Aku harus membantu orangtuaku membuat kue dan berjualan, sebelum dan sepulang sekolah. Karena itu, terkadang saat disekolah aku kelelahan dan kesulitan untuk berkonsentrasi”, jawabnya. Akhirnya aku sedikit paham dengan kondisinya.
Sebelum aku mengakhiri pengajaranku, aku memberikan kontakku kepadanya. “Jika ada pelajaran dimana kau merasa kesulitan untuk memahaminya, kau bisa mengabariku. Mungkin aku bisa membantumu.”, aku mengatakannya sambil menyerahkan kontakku kepadanya. Setelah hari itu, sedikit demi sedikit kami semakin dekat dan menjadi seperti sekarang ini.
Suatu hari, aku terlambat datang ke sekolah. Aku pun dihukum berdiri didepan kelas selama satu jam pelajaran. Ternyata, saat itu ada murid pindahan dikelasku. Dia adalah seorang perempuan, namanya Erika. Setelah memperkenalkan dirinya, dia kemudian duduk di bangku belakang yang masih kosong. Dia duduk di sebelah teman sekelasku yang bernama Rumi.
[Sudut Pandang Erika]
Setelah aku memperkenalkan diriku, aku duduk di bangku belakang yang masih kosong. Aku duduk disebelah teman sekelasku yang bernama Rumi. Saat aku memperkenalkan diriku tadi, ada seorang laki- laki yang terlambat masuk kelas. Aku menanyakannya pada Rumi. “Dia adalah Nico. Dia adalah murid yang sedikit bermasalah. Lebih baik kamu tidak berurusan dengannya.”, kata Rumi. Tapi entah kenapa aku merasa seperti mengenalnya.
Suatu hari, ada sedikit keributan di sekolah. Aku pun mendekatinya karena penasaran. Ternyata ada seorang anak perempuan yang tidak sengaja menumpahkan minumannya di baju seorang anak laki- laki. Anak perempuan tadi sudah meminta maaf berkali- kali. Dia terlihat seperti merasa sangat bersalah. Tapi, anak laki- laki tadi tetap merasa tidak terima dan marah- marah bersama kedua temannya.
Aku pun datang untuk melerainya. Namun, ketiga orang anak laki- laki tersebut malah semakin marah dan akan mengeroyok kami berdua. Lalu, tiba- tiba ada seorang anak laki- laki yang datang menyelamatkan kami dan menghajar mereka bertiga hingga mereka lari tunggang langgang. Ternyata dia adalah Nico.
Saat itu aku sempat teringat seperti pernah mengalami kejadian yang hampir serupa sebelumnya. Ternyata aku pernah bertemu dengan Nico saat kecil dulu. Saat itu aku memanggilnya Koko dan dia memanggilku Eli karena saat itu dia masih kesusahan mengeja huruf “R”. Dia juga pernah menyelamatkanku dulu. Saat berada di posisi yang hampir sama dengan anak perempuan tadi.
Kami sempat berteman saat kecil dulu. Kami juga pernah berjanji saat kami berpisah dulu. Walaupun janji tersebut sedikit memalukan saat kuingat lagi. Apa dia masih mengingatku? Apa dia masih mengingat janjinya? Aku tidak tahu.
Tak lama setelahnya ada seorang guru yang datang dan mengira Nico membuat masalah lagi. Aku sudah mencoba menjelaskannya, namun nampaknya guru tersebut tidak percaya dan tetap menyeret Nico ke ruangannya.
Setelahnya aku dan anak perempuan tadi mendatangi ruangan guru tersebut dan menceritakan cerita yang sebenarnya. Aku juga membawa beberapa saksi mata. Akhirnya guru tersebut percaya dan melepaskan Nico. Setelahnya aku dan anak perempuan tersebut berterima kasih pada Nico. Setelah berterima kasih, anak perempuan tadi berpamitan dan pergi.
Aku pun berjalan berdua dengan Nico menuju ke kelas. Aku sangat gugup. Aku berpikir, “apakah mungkin dia masih mengingatku?”. Aku ingin menanyakan hal itu padanya. Namun aku malu untuk menanyakannya dan akhirnya aku tidak sempat menanyakannya hingga kami sampai di kelas.
Setelah hari itu, aku terus mencoba untuk mendekatkan diriku dengan Nico. Aku berharap kami bisa menjadi teman dekat lagi seperti saat kami masih kecil dulu. Namun aku tidak mencoba memberitahunya tentang masa lalu kami. Aku mencoba menunggu hingga dia bisa mengingatnya sendiri
Suatu hari, secara kebetulan kami tergabung dalam satu kelompok. Kurasa sejak saat itulah kami menjadi teman dekat. Kami sering berkumpul bersama teman- teman sekelompok kami untuk mengerjakan tugas bersama- sama. Mungkin karena itu kami mulai menjadi dekat.
[Kembali ke Sudut Pandang Nico]
Tak terasa sekarang sudah memasuki semester kedua. Pada semester sebelumnya aku sempat sedikit kesusahan karena sempat dianggap sebagai “anak bermasalah”. Namun setelah terjadi berbagai hal dan juga keberhasilanku kembali masuk ke peringkat 5 besar dikelas pada semester kemarin, aku merasa kalau nama baikku mulai berangsur membaik. Aku bersyukur karena mulai tidak dianggap sebagai anak bermasalah lagi.
Saat guruku mengabsen di kelas, aku baru sadar kalau Erika ternyata tidak masuk. Temanku berkata kalau dia sedang sakit. Oh iya, sebelumnya dia adalah murid pindahan di kelasku. Dan entah sejak kapan kami pun mulai menjadi teman dekat.
Keesokan harinya, Erika pun masih belum masuk. Sepertinya sakitnya masih belum sembuh juga. Entah kenapa akhir- akhir ini aku merasa begitu sepi saat Erika tidak masuk. Oh iya, hari ini ada kegiatan ekstrakurikuler sepulang sekolah. Aku harus bergegas karena Rena sudah menungguku.
Aku masih kepikiran tentang Erika. Aku tidak bisa menjenguknya karena hari ini ada kegiatan ekstrakurikuler sampai sore. Aku berpikir untuk menjenguknya besok, jika besok dia masih belum masuk.
Rena bertanya padaku karena mungkin dia melihatku sedang melamun, “Ada apa Nico?”.
Aku menjawab, “Oh, aku hanya sedang berpikir untuk menjenguk teman sekelasku yang sedang sakit besok. Itu jika dia masih belum masuk.”
“Kenapa kamu tidak menjenguknya hari ini saja?”, tanya Rena.
“Tidak, aku harus menyelesaikan pekerjaanku yang belum ku selesaikan kemarin.”, jawabku.
“Tidak apa- apa biar aku saja yang menyelesaikannya”, kata Rena.
“Tidak, tidak usah. Lagi pula ini adalah bagianku. Akulah yang harus menyelesaikannya.”, kataku.
Setelah itu kami mulai berbincang- bincang. Aku menceritakan banyak hal tentang Erika karena dia menanyakannya. Dia ingin ikut menjenguk Erika namun dia tidak bisa karena besok dia ada acara keluarga. 
Keesokan harinya, Ternyata Erika masih belum masuk. Akhirnya aku berpikir untuk menjenguknya sepulang sekolah. Setelah cukup lama menunggu bel pulang sekolah, akhirnya bel pulang pun berbunyi. Aku bergegas mengemasi barangku dan pergi ke rumah Erika.
Sebelumnya Erika sempat memberitahuku alamat rumahnya. Dia juga mengajakku untuk main ke rumahnya sesekali. Mungkin dia akan senang karena akhirnya aku main ke rumahnya.
Akhirnya aku sampai di sebuah rumah yang sesuai dengan alamat yang Erika berikan. Aku pun memencet bel yang terpasang di depan rumah. Tak lama kemudian, seorang ibu pun membukakan pintunya.
Aku pun bertanya, “Maaf, apa betul ini rumah Erika?”.
Ibu itu pun menjawab, “Oh iya betul. Ada apa ya?”.
Aku berkata, “Maaf bu, saya Nico. Saya teman sekelas Erika. Katanya Erika sedang sakit jadi saya ingin menjenguknya.”.
Ibu itu berkata, “Oh nak Nico ya. Mari masuk.”.
Dia ternyata adalah ibunya Erika. Dia mengantarku ke kamar Erika. 
Dia kemudian berkata, “Itu dia sedang berbaring. Kamu masuk dulu! Ibu mau buatkan minum dulu!”.
“Oh iya terima kasih”, kataku.
Aku pun masuk dan duduk di sebelah tempat tidur Erika. Tak lama setelah ibunya menghantarkan minuman, Erika pun terbangun.
“Oh, ada Nico ya. Maaf”, kata Erika.
“Tidak apa- apa lagi pula kamu sedang sakit. Oh iya, ngomong- ngomong kamu sakit apa?”, kataku.
“Oh tidak apa- apa hanya demam biasa. Aku hanya perlu beristirahat dan mungkin besok sudah bisa masuk.”, katanya sambil mencoba untuk duduk.
“Tidak apa- apa, kamu kan sedang sakit tidak apa- apa kalau kamu berbaring saja”, kataku.
“Tidak apa- apa, aku sudah agak enakan. Ngomong- ngomong, akhirnya kamu main ke rumahku juga.”, kata Erika.
“Yah, sebenarnya aku datang untuk menjengukmu bukan untuk bermain”, jawabku.
“Benarkah? Bukankah kamu sedikit kesepian karena aku tidak masuk”, kata Erika.
“Tidak, yah mungkin sebenarnya aku sedikit kesepian”, jawabku.
“Eeemmmh, begitu ya”, kata Erika yang wajahnya nampak kemerahan.
Kami pun berbincang- bincang sedikit setelahnya. Dan setelah itu aku berpamitan dan pulang ke rumah.
Keesokan harinya, Erika pun sudah kembali masuk ke kelas seperti biasanya. Katanya badannya sudah mulai enakan. Ketika dia sudah masuk Rena mencoba untuk berteman dengannya dan tanpa kusadari mereka pun sudah berteman baik. Hari- hariku pun mulai kembali seperti biasanya.
[Kembali ke Sudut Pandang Erika]
Setelah aku sempat tidak masuk beberapa hari, aku pun mulai kembali ke sekolah. Hari- hariku pun mulai kembali seperti biasanya. Aku sempat terkejut ketika Rena, teman SMP Nico mencoba berteman denganku. Namun aku tetap menerima tawarannya dan tanpa kami sadari kami sudah berteman baik. Seiring berjalannya waktu, tanpa sadar aku pun mulai melupakan fakta bahwa Nico adalah teman masa kecilku yang kupanggil Koko.
Suatu hari aku dan Nico kebetulan mendapatkan tugas kelompok dan kebetulan kami sekelompok bersama dengan beberapa teman kami yang lain. Disaat yang bersamaan Nico juga mendapat sedikit kesibukan dengan klubnya sehingga mungkin dia tidak bisa fokus menyelesaikan tugas bagiannya. Saat kesibukan di klubnya sudah selesai, waktu pengumpulannya pun sudah tinggal besok. Dia pun mulai mengebut untuk menyelesaikan tugas yang menjadi bagiannya.
Satu persatu teman kami mulai pun mulai pulang hingga akhirnya hanya tersisa kami berdua. Aku ingin pulang namun aku merasa tidak enak meninggalkannya sendiri. Dia sendiri tidak mau merepoti teman sekelompok kami yang lain dan bersikukuh ingin menyelesaikannya sendiri. Kami mengerjakan tugas kelompok ini dikelas saat sepulang sekolah.
Aku pergi keluar kelas sebentar untuk berjalan- jalan sambil menghirup angin. Begitu aku kembali ternyata dia sudah tertidur. Aku berpikir kira- kira apa yang dia mimpikan hingga bisa tertidur hingga selelap ini? Saat aku mencoba membangunkannya dia memanggil nama Eli. Aku sempat terkaget. Tak lama setelahnya dia pun bangun.
Aku menanyakan tentang apa yang sedang dia mimpikan tadi. Lalu dia berkata kalau dia teringat perpisahannya dengan teman masa kecilnya dulu yang bernama Eli. Ternyata dia mengingatnya. Aku mulai teringat kembali denga ingatan saat itu dan ingin mengatakan padanya kalau aku adalah Eli. Namun sebelum aku sempat mengatakan padanya, dia pun teringat pada sesuatu dan bergegas untuk pulang. Dia berkata kalau akan segera menyelesaikannya di rumah nanti saat urusannya selesai.
Keesokan harinya karena terlalu sibuk untuk mempersiapkan persentasi kelompok kami, aku pun tidak sempat untuk mengatakan padanya kalau aku adalah Eli. Aku berpikir untuk mengatakannya sepulang sekolah karena itu aku meminta padanya untuk pulang bersama.
[Sepulang Sekolah, Sudut Pandang Pihak Ketiga]
Sepulang sekolah, Erika mencari Nico untuk mengajaknya pulang bersama. Dia kemudian menemukan Nico di lorong sekolah. Saat itu dia sedang mengobrol dengan orang yang sudah tak asing lagi bagi Erika yaitu Rena, teman SMP Nico.
Erika ingin mengajak Nico pulang namun entah kenapa dia tak sanggup melangkahkan kakinya ke Nico. Lalu tiba- tiba ada seorang yang sedang terburu- buru, dia tak sengaja menyenggol Nico dan membuatnya dan Rena terjatuh ke tembok di belakangnya. Mereka hampir berpelukan, untungnya Nico sempat meluruskan tangannya ke tembok untuk menahan tubuhnya. Melihat kejadian itu, entah kenapa hati Erika merasa sakit dan pergi meninggalkan mereka. Dia lalu pergi ke suatu tempat.
Tak lama setelahnya Nico dan Rena pun selesai mengobrol dan Nico pun segera menuju ke kelas untuk mencari Erika. Dia tak menemukan Erika di kelas. Namun tak lama setelahnya, dia mendapat pesan dari Erika dan menyuruhnya pergi ke suatu tempat. Dia pun segera pergi ke sana.
Sesampainya disana, Nico mendengar suara nyanyian seseorang yang sudah tak asing baginya yang sedang menyanyikan sebuah lagu yang sepertinya tidak asing ditelinganya. Tak lama setelah dia keluar dari semak- semak dia melihat Erika. Ternyata Erika yang menyanyikan lagu itu.
Nico pun memanggil namanya, “Erika”.
Tak lama setelahnya Erika berbalik ke arahnya sambil mengarahkan tangannya ke Nico seperti ingin Nico untuk melanjutkan liriknya.
Nico kemudian melanjutkan liriknya, “saat bertemu nanti kita kan bersama lagi”.
Bagaimana aku bisa tahu liriknya? Tapi lagu ini terasa tak asing bagiku. Sebenarnya ada apa ini? Itulah beberapa pertanyaan yang terbesit dalam pikiran Nico.
“Kukira bakal seperti apa? Ternyata kamu mengingatnya Koko”, kata Erika sambil menahan tangisnya karena terharu.
“Koko? Jangan- jangan itu kamu Eli”, kata Nico.
“Terlambat, kenapa kamu baru menyadarinya sekarang?”, kata Erika.
“Kamu benar- benar berubah ya. Saat itu kamu seperti seorang gadis yang tomboi namun sekarang kamu sudah menjadi seperti gadis sebenarnya”, kata Nico.
“Apa maksudmu dengan gadis sebenarnya?”, kata Erika.
“Ya, kamu sudah seperti gadis pada umumnya. Selain itu kamu juga pandai, baik hati, dan menyenangkan. Pantas saja kamu menjadi gadis impian banyak laki- laki di sekolah ini. Mungkin termasuk aku.”, kata Nico.
“Oh, Ehm”, kata Erika sambil tersipu malu.
Setelahnya mereka pun mengobrol panjang lebar mengenang masa kecil mereka. Nico pun menanyakan bagaimana Erika bisa tahu kalau dia adalah Koko dan kenapa Erika tidak memberitahunya kalau dia adalah Eli. Mereka saling mengobrol panjang lebar hingga kemudian...
“Sebenarnya ada hal yang sudah lama ingin kukatakan padamu. Aku akan mengatakannya saat ini.” Tak lama setelahnya Nico menghela nafas dan berkata, “Aku menyukaimu, tolong jadilah kekasihku?”, katanya.
“Oh, ehm. Ah, iya.”, kata Erika sambil sedikit salah tingkah.
“Benarkah, syukurlah”, kata Nico.
“Lalu bagaimana dengan Rena?”, kata Erika.
“Bukankah aku sudah pernah mengatakannya padamu. Dia hanyalah temanku, salah satu teman yang paling berharga bagiku. Namun orang yang aku sukai hanya kamu”, kata Nico.
Erika mencoba menahan dirinya yang sedang tersipu malu. Akhirnya mereka pun berpacaran.
[Tamat Ending 1]

[Another Ending]
Aku adalah Nico. Aku sudah lulus SMA sekitar 2 tahun yang lalu. Saat ini aku sudah bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang teknologi. Aku bekerja disini bersama seorang teman yang sudah kukenal sejak SMP namanya Rena.
Oh iya, aku sempat memiliki seorang pacar. Dia adalah teman masa kecilku namanya Erika. Namun kami sudah putus sejak beberapa bulan yang lalu karena beberapa masalah. Namun saat ini hubunganku dengannya sudah mulai membaik.
Hampir sama seperti saat pertama aku bekerja dulu, saat ini aku juga mengalami sebuah masalah dalam pekerjaanku. Ya, ampun kehidupan orang dewasa memang penuh masalah. Namun Rena selalu menolongku dan membantuku setiap ada masalah yang kualami. Karena itulah aku merasa selama ada dia, aku pasti bisa melaluinya.
Seperti biasanya, aku selalu berangkat dan pulang dengan menaiki bus. Hari ini langit sedang mendung. Dan seperti yang aku duga tak lama setelahnya pun turun hujan. Suasana ini seolah menggambarkan perasaanku yang kualami karena masalah pekerjaan yang kuhadapi.
Lalu tiba- tiba seorang wanita datang dengan memakai payung dan ikut berteduh di bawah halte bus bersamaku. Ternyata dia Rena.
“Aku punya beberapa cemilan, apa kamu mau?”
“Ya, aku minta sedikit”
“Hari ini benar- benar melelahkan ya?”
“Ya, banyak masalah yang kuhadapi hari ini”
“Mungkin tidak banyak yang bisa kulakukan, tapi tidak usah ragu- ragu untuk meminta bantuanku”
“Oh, iya. Terima kasih karena selalu membantuku menghadapi saat- saat yang sulit. Aku merasa aku bisa melakukan apapun selama kamu selalu bersamaku”
“Be...begitu ya, kalau begitu mari kita sama- sama berjuang Nico”, kata Rena dengan pipinya yang agak memerah.
“Ya, aku akan berjuang”
...............
“Ini saat yang tepat aku harus mengatakannya sekarang atau tidak sama sekali”, kata Rena didalam hatinya.
“Nico, begini sebenarnya aku”
Sambil menghela nafas sejenak Rena melanjutkan ucapannya, “Aku menyukaimu, jadilah kekasihku”
“Ehh, sejak kapan”, jawab Nico dengan wajah yang kelihatan bingung harus berekspresi seperti apa.
“Sejak sekolah dulu. Aku tidak pernah bisa mengatakannya karena aku takut kamu akan menolakku dan menjauhiku. Apalagi sejak kamu berpacaran dengan Erika. Mungkin ini adalah keegoisanku tapi sejak kamu putus dengan Erika, aku merasa ini adalah kesempatan yang baik untukku. Karena itu jadilah kekasihku”
“Ehhh, tapi ini sedikit mendadak. Aku bingung harus bagaimana”
“Apa kamu tidak menyukaiku? Apa kamu tidak mau denganku? Kamu tidak harus menjawabnya sekarang. Aku akan selalu menunggu jawabanmu karena itu setidaknya tolong pertimbangkanlah”
“Ehm, sebenarnya aku juga merasa kalau kamu adalah salah satu orang yang berharga bagiku. Apa lagi kamu selalu ada saat aku membutuhkanmu. Aku tidak terlalu paham dengan perasaanku. Tapi aku sedikit senang saat kamu mengatakan kalau kamu menyukaiku. Lagipula aku juga merasa bisa melakukan apapun selama kamu bersamaku. Walau aku kurang yakin, bagaimana kalau kita mencobanya dulu”
“Ya, aku tidak masalah”
Sejak saat itu hubungan mereka pun semakin dekat. Hingga suatu hari, mereka memutuskan untuk menjalani sisa hidup mereka bersama selamanya.
[Tamat Another Ending]

Comments

Popular posts from this blog

Rumus Volume Bangun Ruang

Bangun ruang adalah bangun 3 dimensi atau bangun yang memiliki ukuran panjang, lebar, dan tinggi. Rumus Volume Bangun Ruang Ada 3: Rumus volume prisma = luas alas x tinggi Rumus volume limas = 1/3 x luas alas x tinggi Rumus volume bola = 4/3 x phi x r 3 PENJELASAN Rumus volume prisma = luas alas x tinggi Prisma adalah bangun ruang yang memiliki bentuk tutup dan alas yang sama persis. Bentuk yang dapat digolongkan sebagai prisma antara lain kubus, balok, tabung, prisma segitiga, dan lain- lain. Misal rusuknya = 7 cm. Maka volumenya = (luas alas) x tinggi = (7 x 7) x 7 = 343 cm3. Misal sisi alas panjangnya 6 cm dan lebarnya 3 cm. sedangkan tinggi dari balok = 4 cm. Maka volumenya = (luas alas) x tinggi = (6 x 3) x 4 = 72 cm3. Misal r = 10 cm dan t = 12 cm. Maka volumenya = (luas alas) x tinggi = (3,14 x 10 x 10) x 12 = 3768 cm3. Misal sisi alasnya berbentuk segitiga siku- siku dengan a = 3 cm dan t = 4 cm. Sedangkan tinggi dari prisma sendiri adalah 7 cm. Maka volum

Paradoks Pembohong (Liar Paradox)

Paradoks Pembohong/ Kebohongan Apakah kalian pernah mendengar "paradoks pembohong" (liar paradox)?  (Kalian bisa melihat contohnya di Anime Ushinawareta Mirai wo Motomete/ Waremete/ In Search of the Lost Future, tepatnya pada Episode ke 5.) Ini merupakan salah satu teka-teki dan logika filsafat klasik di dunia. Beberapa orang sudah memberikan pemecahannya, namun kali ini saya akan mencoba mengemukakan pemecahan berdasarkan pemikiran dari kutipan link yang saya cantumkan dibawah.. Bagi yang belum memahami apa itu "paradoks pembohong" saya akan memaparkannya secara singkat dan sederhana. Terdapat seseorang pembohong yang seluruh perkataannya adalah kebohongan. Suatu kali ia mengatakan sesuatu seperti "aku pembohong". Permasalahannya adalah sebagai berikut. Bila pernyataan "aku pembohong" adalah benar, maka yang dikatakannya itu adalah bukan kebohongan. Dengan demikian pernyataan di atas, yakni "seluruh perkataannya adalah kebohongan" tida

Mengejar Mimpi Masing- Masing

[Sudut pandang Juno] Namaku adalah Juno. Aku adalah seorang penulis novel yang sedang naik daun yang dikenal sebagai Junichi Sensei. Saat aku kecil aku memiliki teman perempuan yang bernama Yuko. [Flashback Bagian 1: Pertemuan dengan Yuko] Saat kecil dulu aku sering bermain di sebuah taman bermain di dekat rumahku. Saat di taman aku sering melihatnya membaca buku sendirian. Bagiku dia nampak seperti tidak memiliki seorang teman sehingga hanya menghabiskan waktunya untuk membaca buku. Karena aku merasa sedikit kasihan karena kupikir dia tidak memiliki seorang teman, aku pun mencoba untuk menyapanya dan mengajaknya bermain.  Awalnya dia menolaknya karena lebih menyukai membaca bukunya sendirian. Tapi, aku selalu mencoba untuk mengajaknya bermain hingga suatu hari entah bagaimana kami pun bisa berteman. Hari demi hari, kami pun semakin akrab hingga terlihat seperti teman dekat yang tak terpisahkan. Hari demi hari, kami selalu menghabiskan waktu kami di taman dengan bermain