Aku adalah Nico. Saat ini aku
telah menginjak kelas 1 SMA. Saat awal aku masuk SMA, entah kenapa aku selalu
terlibat atau terjebak dalam suatu masalah. Misalnya saja saat hari pertama
masuk sekolah, aku terlambat karena jam di rumahku mati. Saat kulihat jam di HPku
aku begitu kaget karena sudah terlambat ke sekolah. Selain itu ada beberapa
kejadian juga di sekolah dimana tanpa ku sengaja aku juga terlibat di dalamnya.
Akhirnya aku di cap sebagai anak bermasalah karena sudah banyak menciptakan
kesan pertama yang kurang baik di sekolah.
Untungnya aku punya teman sebangku
yang percaya padaku sehingga aku masih ingin berangkat ke sekolah. Aku tidak
terlalu banyak memiliki teman. Selain itu temanku juga laki-laki semua.
Oh iya, aku baru ingat aku
memiliki seorang teman perempuan yang bernama Rena. Dia adalah satu- satunya
teman perempuan yang kumiliki. Namun dia berbeda kelas denganku. Untungnya kami
sepakat memilih ekstrakurikuler yang sama sehingga kami bisa selalu bertemu
sepulang sekolah.
Aku mengenal Rena saat SMP dulu.
Saat itu, aku dikenal sebagai anak yang pandai bukan anak yang bermasalah
seperti sekarang. Aku selalu masuk 5 besar saat SMP dulu dan kebetulan saat itu
aku menjadi juara kelas.
Saat itu, ada seorang anak
perempuan yang sedikit kesulitan untuk mencerna pelajaran di kelas, dia adalah
Rena. Rena adalah anak yang pendiam dan pemalu termasuk saat di SMP dulu. Lalu
ada seorang guru yang memintaku untuk mengajarinya karena kebetulan aku adalah
juara kelas saat itu. Mungkin dengan diajarkan oleh teman sekelasnya sendiri
akan membuatnya lebih nyaman dan lebih mudah menyerap pelajaran kata guru
tersebut. Nama guru tersebut adalah Bu Rita, guru Matematika. Akhirnya aku
mulai pun mengajari Rena pelajaran matematika di kelas saat sepulang sekolah.
Awalnya aku memberikan Rena
beberapa soal, aku ingin melihat bagaimana dia mengerjakannya. Tapi dia nampak
begitu gugup sehingga tidak bisa konsentrasi dalam mengerjakannya. Awalnya aku
tidak tahu apa alasan dia gugup. Lalu aku menanyakan padanya, ternyata dia
tidak terbiasa mengerjakan soal, sementara ada orang yang sedang melihatnya
didekatnya.
Saat itu kebetulan aku duduk di
bangku di depan bangku Rena. Akhirnya aku pindah ke bangku depan yang sedikit
jauh dari Rena. Aku memintanya untuk mengabariku jika sudah selesai mengerjakan
soalnya.
Setelah melihat bagaimana cara dia
mengerjakannya dan juga jawabannya, aku jadi sedikit mengerti bagian- bagian
mana saja yang belum dipahaminya. Akhirnya aku kembali pindah ke bangku di
depan bangku Rena untuk mengajarkan hal- hal yang kurang dipahaminya secara
perlahan- lahan. Dia tampak sedikit kebingungan, lalu aku menanyakan padanya,
“ada apa?”. Ternyata dia kesulitan melihat tulisanku, akhirnya aku membalik
bukuku agar memudahkannya untuk membacanya. Akhirnya aku mulai mencoba menulis
dengan terbalik sambil mengajarinya.
Namun karena aku sedikit kesulitan
untuk menulisnya, aku pun berpindah kesebelahnya. Dengan begini aku bisa
menulisnya dengan mudah. Lalu tiba- tiba dia bergeser menjauhiku. Lalu aku pun
tersadar, mungkin dia malu karena aku duduk disebelahnya. Dengan tempat duduk
yang sedikit berjauhan dengannya aku mencoba mengajarinya.
Setelah melihat bagaimana cara dia
mengerjakannya dan bagaimana dia memahami penjelasanku dengan cepat, aku
berpikir bahwa dia sebenarnya cukup pintar. Namun, aku masih tidak mengerti
kenapa dia kesulitan memahami pelajaran di kelas padahal dia bisa memahami
penjelasanku dengan cukup cepat. Aku pun bertanya padanya dan dia pun
menjawabnya. “Aku harus membantu orangtuaku membuat kue dan berjualan, sebelum
dan sepulang sekolah. Karena itu, terkadang saat disekolah aku kelelahan dan
kesulitan untuk berkonsentrasi”, jawabnya. Akhirnya aku sedikit paham dengan
kondisinya.
Sebelum aku mengakhiri pengajaranku,
aku memberikan kontakku kepadanya. “Jika ada pelajaran dimana kau merasa
kesulitan untuk memahaminya, kau bisa mengabariku. Mungkin aku bisa
membantumu.”, aku mengatakannya sambil menyerahkan kontakku kepadanya. Setelah
hari itu, sedikit demi sedikit kami semakin dekat dan menjadi seperti sekarang
ini.
Suatu hari, aku terlambat datang
ke sekolah. Aku pun dihukum berdiri didepan kelas selama satu jam pelajaran.
Ternyata, saat itu ada murid pindahan dikelasku. Dia adalah seorang perempuan,
namanya Erika. Setelah memperkenalkan dirinya, dia kemudian duduk di bangku
belakang yang masih kosong. Dia duduk di sebelah teman sekelasku yang bernama
Rumi.
[Sudut Pandang Erika]
Setelah aku memperkenalkan diriku,
aku duduk di bangku belakang yang masih kosong. Aku duduk disebelah teman
sekelasku yang bernama Rumi. Saat aku memperkenalkan diriku tadi, ada seorang
laki- laki yang terlambat masuk kelas. Aku menanyakannya pada Rumi. “Dia adalah
Nico. Dia adalah murid yang sedikit bermasalah. Lebih baik kamu tidak berurusan
dengannya.”, kata Rumi. Tapi entah kenapa aku merasa seperti mengenalnya.
Suatu hari, ada sedikit keributan
di sekolah. Aku pun mendekatinya karena penasaran. Ternyata ada seorang anak
perempuan yang tidak sengaja menumpahkan minumannya di baju seorang anak laki-
laki. Anak perempuan tadi sudah meminta maaf berkali- kali. Dia terlihat
seperti merasa sangat bersalah. Tapi, anak laki- laki tadi tetap merasa tidak
terima dan marah- marah bersama kedua temannya.
Aku pun datang untuk melerainya.
Namun, ketiga orang anak laki- laki tersebut malah semakin marah dan akan
mengeroyok kami berdua. Lalu, tiba- tiba ada seorang anak laki- laki yang
datang menyelamatkan kami dan menghajar mereka bertiga hingga mereka lari
tunggang langgang. Ternyata dia adalah Nico.
Saat itu aku sempat teringat
seperti pernah mengalami kejadian yang hampir serupa sebelumnya. Ternyata aku
pernah bertemu dengan Nico saat kecil dulu. Saat itu aku memanggilnya Koko dan
dia memanggilku Eli karena saat itu dia masih kesusahan mengeja huruf “R”. Dia
juga pernah menyelamatkanku dulu. Saat berada di posisi yang hampir sama dengan
anak perempuan tadi.
Kami sempat berteman saat kecil
dulu. Kami juga pernah berjanji saat kami berpisah dulu. Walaupun janji
tersebut sedikit memalukan saat kuingat lagi. Apa dia masih mengingatku? Apa dia
masih mengingat janjinya? Aku tidak tahu.
Tak lama setelahnya ada seorang
guru yang datang dan mengira Nico membuat masalah lagi. Aku sudah mencoba
menjelaskannya, namun nampaknya guru tersebut tidak percaya dan tetap menyeret
Nico ke ruangannya.
Setelahnya aku dan anak perempuan
tadi mendatangi ruangan guru tersebut dan menceritakan cerita yang sebenarnya.
Aku juga membawa beberapa saksi mata. Akhirnya guru tersebut percaya dan
melepaskan Nico. Setelahnya aku dan anak perempuan tersebut berterima kasih
pada Nico. Setelah berterima kasih, anak perempuan tadi berpamitan dan pergi.
Aku pun berjalan berdua dengan
Nico menuju ke kelas. Aku sangat gugup. Aku berpikir, “apakah mungkin dia masih
mengingatku?”. Aku ingin menanyakan hal itu padanya. Namun aku malu untuk
menanyakannya dan akhirnya aku tidak sempat menanyakannya hingga kami sampai di
kelas.
Setelah hari itu, aku terus
mencoba untuk mendekatkan diriku dengan Nico. Aku berharap kami bisa menjadi
teman dekat lagi seperti saat kami masih kecil dulu. Namun aku tidak mencoba
memberitahunya tentang masa lalu kami. Aku mencoba menunggu hingga dia bisa
mengingatnya sendiri
Suatu hari, secara kebetulan kami
tergabung dalam satu kelompok. Kurasa sejak saat itulah kami menjadi teman
dekat. Kami sering berkumpul bersama teman- teman sekelompok kami untuk
mengerjakan tugas bersama- sama. Mungkin karena itu kami mulai menjadi dekat.
[Kembali ke Sudut Pandang Nico]
Tak terasa sekarang sudah memasuki
semester kedua. Pada semester sebelumnya aku sempat sedikit kesusahan karena
sempat dianggap sebagai “anak bermasalah”. Namun setelah terjadi berbagai hal
dan juga keberhasilanku kembali masuk ke peringkat 5 besar dikelas pada
semester kemarin, aku merasa kalau nama baikku mulai berangsur membaik. Aku
bersyukur karena mulai tidak dianggap sebagai anak bermasalah lagi.
Saat guruku mengabsen di kelas,
aku baru sadar kalau Erika ternyata tidak masuk. Temanku berkata kalau dia
sedang sakit. Oh iya, sebelumnya dia adalah murid pindahan di kelasku. Dan
entah sejak kapan kami pun mulai menjadi teman dekat.
Keesokan harinya, Erika pun masih
belum masuk. Sepertinya sakitnya masih belum sembuh juga. Entah kenapa akhir-
akhir ini aku merasa begitu sepi saat Erika tidak masuk. Oh iya, hari ini ada
kegiatan ekstrakurikuler sepulang sekolah. Aku harus bergegas karena Rena sudah
menungguku.
Aku masih kepikiran tentang Erika.
Aku tidak bisa menjenguknya karena hari ini ada kegiatan ekstrakurikuler sampai
sore. Aku berpikir untuk menjenguknya besok, jika besok dia masih belum masuk.
Rena bertanya padaku karena
mungkin dia melihatku sedang melamun, “Ada apa Nico?”.
Aku menjawab, “Oh, aku hanya
sedang berpikir untuk menjenguk teman sekelasku yang sedang sakit besok. Itu
jika dia masih belum masuk.”
“Kenapa kamu tidak menjenguknya
hari ini saja?”, tanya Rena.
“Tidak, aku harus menyelesaikan
pekerjaanku yang belum ku selesaikan kemarin.”, jawabku.
“Tidak apa- apa biar aku saja yang
menyelesaikannya”, kata Rena.
“Tidak, tidak usah. Lagi pula ini
adalah bagianku. Akulah yang harus menyelesaikannya.”, kataku.
Setelah itu kami mulai berbincang-
bincang. Aku menceritakan banyak hal tentang Erika karena dia menanyakannya.
Dia ingin ikut menjenguk Erika namun dia tidak bisa karena besok dia ada acara
keluarga.
Keesokan harinya, Ternyata Erika
masih belum masuk. Akhirnya aku berpikir untuk menjenguknya sepulang sekolah.
Setelah cukup lama menunggu bel pulang sekolah, akhirnya bel pulang pun
berbunyi. Aku bergegas mengemasi barangku dan pergi ke rumah Erika.
Sebelumnya Erika sempat
memberitahuku alamat rumahnya. Dia juga mengajakku untuk main ke rumahnya sesekali.
Mungkin dia akan senang karena akhirnya aku main ke rumahnya.
Akhirnya aku sampai di sebuah
rumah yang sesuai dengan alamat yang Erika berikan. Aku pun memencet bel yang
terpasang di depan rumah. Tak lama kemudian, seorang ibu pun membukakan pintunya.
Aku pun bertanya, “Maaf, apa betul
ini rumah Erika?”.
Ibu itu pun menjawab, “Oh iya
betul. Ada apa ya?”.
Aku berkata, “Maaf bu, saya Nico.
Saya teman sekelas Erika. Katanya Erika sedang sakit jadi saya ingin
menjenguknya.”.
Ibu itu berkata, “Oh nak Nico ya.
Mari masuk.”.
Dia ternyata adalah ibunya Erika. Dia
mengantarku ke kamar Erika.
Dia kemudian berkata, “Itu dia
sedang berbaring. Kamu masuk dulu! Ibu mau buatkan minum dulu!”.
“Oh iya terima kasih”, kataku.
Aku pun masuk dan duduk di sebelah
tempat tidur Erika. Tak lama setelah ibunya menghantarkan minuman, Erika pun
terbangun.
“Oh, ada Nico ya. Maaf”, kata
Erika.
“Tidak apa- apa lagi pula kamu
sedang sakit. Oh iya, ngomong- ngomong kamu sakit apa?”, kataku.
“Oh tidak apa- apa hanya demam
biasa. Aku hanya perlu beristirahat dan mungkin besok sudah bisa masuk.”,
katanya sambil mencoba untuk duduk.
“Tidak apa- apa, kamu kan sedang
sakit tidak apa- apa kalau kamu berbaring saja”, kataku.
“Tidak apa- apa, aku sudah agak
enakan. Ngomong- ngomong, akhirnya kamu main ke rumahku juga.”, kata Erika.
“Yah, sebenarnya aku datang untuk
menjengukmu bukan untuk bermain”, jawabku.
“Benarkah? Bukankah kamu sedikit
kesepian karena aku tidak masuk”, kata Erika.
“Tidak, yah mungkin sebenarnya aku
sedikit kesepian”, jawabku.
“Eeemmmh, begitu ya”, kata Erika
yang wajahnya nampak kemerahan.
Kami pun berbincang- bincang
sedikit setelahnya. Dan setelah itu aku berpamitan dan pulang ke rumah.
Keesokan harinya, Erika pun sudah
kembali masuk ke kelas seperti biasanya. Katanya badannya sudah mulai enakan. Ketika
dia sudah masuk Rena mencoba untuk berteman dengannya dan tanpa kusadari mereka
pun sudah berteman baik. Hari- hariku pun mulai kembali seperti biasanya.
[Kembali ke Sudut Pandang Erika]
Setelah aku sempat tidak masuk
beberapa hari, aku pun mulai kembali ke sekolah. Hari- hariku pun mulai kembali
seperti biasanya. Aku sempat terkejut ketika Rena, teman SMP Nico mencoba
berteman denganku. Namun aku tetap menerima tawarannya dan tanpa kami sadari
kami sudah berteman baik. Seiring berjalannya waktu, tanpa sadar aku pun mulai
melupakan fakta bahwa Nico adalah teman masa kecilku yang kupanggil Koko.
Suatu hari aku dan Nico kebetulan
mendapatkan tugas kelompok dan kebetulan kami sekelompok bersama dengan
beberapa teman kami yang lain. Disaat yang bersamaan Nico juga mendapat sedikit
kesibukan dengan klubnya sehingga mungkin dia tidak bisa fokus menyelesaikan
tugas bagiannya. Saat kesibukan di klubnya sudah selesai, waktu pengumpulannya
pun sudah tinggal besok. Dia pun mulai mengebut untuk menyelesaikan tugas yang
menjadi bagiannya.
Satu persatu teman kami mulai pun
mulai pulang hingga akhirnya hanya tersisa kami berdua. Aku ingin pulang namun
aku merasa tidak enak meninggalkannya sendiri. Dia sendiri tidak mau merepoti
teman sekelompok kami yang lain dan bersikukuh ingin menyelesaikannya sendiri.
Kami mengerjakan tugas kelompok ini dikelas saat sepulang sekolah.
Aku pergi keluar kelas sebentar untuk
berjalan- jalan sambil menghirup angin. Begitu aku kembali ternyata dia sudah
tertidur. Aku berpikir kira- kira apa yang dia mimpikan hingga bisa tertidur
hingga selelap ini? Saat aku mencoba membangunkannya dia memanggil nama Eli.
Aku sempat terkaget. Tak lama setelahnya dia pun bangun.
Aku menanyakan tentang apa yang
sedang dia mimpikan tadi. Lalu dia berkata kalau dia teringat perpisahannya
dengan teman masa kecilnya dulu yang bernama Eli. Ternyata dia mengingatnya.
Aku mulai teringat kembali denga ingatan saat itu dan ingin mengatakan padanya
kalau aku adalah Eli. Namun sebelum aku sempat mengatakan padanya, dia pun
teringat pada sesuatu dan bergegas untuk pulang. Dia berkata kalau akan segera
menyelesaikannya di rumah nanti saat urusannya selesai.
Keesokan harinya karena terlalu
sibuk untuk mempersiapkan persentasi kelompok kami, aku pun tidak sempat untuk
mengatakan padanya kalau aku adalah Eli. Aku berpikir untuk mengatakannya
sepulang sekolah karena itu aku meminta padanya untuk pulang bersama.
[Sepulang Sekolah, Sudut Pandang
Pihak Ketiga]
Sepulang sekolah, Erika mencari
Nico untuk mengajaknya pulang bersama. Dia kemudian menemukan Nico di lorong
sekolah. Saat itu dia sedang mengobrol dengan orang yang sudah tak asing lagi
bagi Erika yaitu Rena, teman SMP Nico.
Erika ingin mengajak Nico pulang
namun entah kenapa dia tak sanggup melangkahkan kakinya ke Nico. Lalu tiba-
tiba ada seorang yang sedang terburu- buru, dia tak sengaja menyenggol Nico dan
membuatnya dan Rena terjatuh ke tembok di belakangnya. Mereka hampir
berpelukan, untungnya Nico sempat meluruskan tangannya ke tembok untuk menahan
tubuhnya. Melihat kejadian itu, entah kenapa hati Erika merasa sakit dan pergi
meninggalkan mereka. Dia lalu pergi ke suatu tempat.
Tak lama setelahnya Nico dan Rena
pun selesai mengobrol dan Nico pun segera menuju ke kelas untuk mencari Erika.
Dia tak menemukan Erika di kelas. Namun tak lama setelahnya, dia mendapat pesan
dari Erika dan menyuruhnya pergi ke suatu tempat. Dia pun segera pergi ke sana.
Sesampainya disana, Nico mendengar
suara nyanyian seseorang yang sudah tak asing baginya yang sedang menyanyikan
sebuah lagu yang sepertinya tidak asing ditelinganya. Tak lama setelah dia
keluar dari semak- semak dia melihat Erika. Ternyata Erika yang menyanyikan
lagu itu.
Nico pun memanggil namanya,
“Erika”.
Tak lama setelahnya Erika berbalik
ke arahnya sambil mengarahkan tangannya ke Nico seperti ingin Nico untuk
melanjutkan liriknya.
Nico kemudian melanjutkan
liriknya, “saat bertemu nanti kita kan bersama lagi”.
Bagaimana aku bisa tahu liriknya?
Tapi lagu ini terasa tak asing bagiku. Sebenarnya ada apa ini? Itulah beberapa
pertanyaan yang terbesit dalam pikiran Nico.
“Kukira bakal seperti apa?
Ternyata kamu mengingatnya Koko”, kata Erika sambil menahan tangisnya karena
terharu.
“Koko? Jangan- jangan itu kamu
Eli”, kata Nico.
“Terlambat, kenapa kamu baru
menyadarinya sekarang?”, kata Erika.
“Kamu benar- benar berubah ya.
Saat itu kamu seperti seorang gadis yang tomboi namun sekarang kamu sudah
menjadi seperti gadis sebenarnya”, kata Nico.
“Apa maksudmu dengan gadis
sebenarnya?”, kata Erika.
“Ya, kamu sudah seperti gadis pada
umumnya. Selain itu kamu juga pandai, baik hati, dan menyenangkan. Pantas saja
kamu menjadi gadis impian banyak laki- laki di sekolah ini. Mungkin termasuk
aku.”, kata Nico.
“Oh, Ehm”, kata Erika sambil
tersipu malu.
Setelahnya mereka pun mengobrol
panjang lebar mengenang masa kecil mereka. Nico pun menanyakan bagaimana Erika
bisa tahu kalau dia adalah Koko dan kenapa Erika tidak memberitahunya kalau dia
adalah Eli. Mereka saling mengobrol panjang lebar hingga kemudian...
“Sebenarnya ada hal yang sudah
lama ingin kukatakan padamu. Aku akan mengatakannya saat ini.” Tak lama setelahnya
Nico menghela nafas dan berkata, “Aku menyukaimu, tolong jadilah kekasihku?”,
katanya.
“Oh, ehm. Ah, iya.”, kata Erika
sambil sedikit salah tingkah.
“Benarkah, syukurlah”, kata Nico.
“Lalu bagaimana dengan Rena?”,
kata Erika.
“Bukankah aku sudah pernah
mengatakannya padamu. Dia hanyalah temanku, salah satu teman yang paling
berharga bagiku. Namun orang yang aku sukai hanya kamu”, kata Nico.
Erika mencoba menahan dirinya yang
sedang tersipu malu. Akhirnya mereka pun berpacaran.
[Tamat Ending 1]
[Another Ending]
Aku adalah Nico. Aku sudah lulus
SMA sekitar 2 tahun yang lalu. Saat ini aku sudah bekerja di salah satu
perusahaan yang bergerak di bidang teknologi. Aku bekerja disini bersama
seorang teman yang sudah kukenal sejak SMP namanya Rena.
Oh iya, aku sempat memiliki
seorang pacar. Dia adalah teman masa kecilku namanya Erika. Namun kami sudah
putus sejak beberapa bulan yang lalu karena beberapa masalah. Namun saat ini
hubunganku dengannya sudah mulai membaik.
Hampir sama seperti saat pertama
aku bekerja dulu, saat ini aku juga mengalami sebuah masalah dalam pekerjaanku.
Ya, ampun kehidupan orang dewasa memang penuh masalah. Namun Rena selalu
menolongku dan membantuku setiap ada masalah yang kualami. Karena itulah aku
merasa selama ada dia, aku pasti bisa melaluinya.
Seperti biasanya, aku selalu
berangkat dan pulang dengan menaiki bus. Hari ini langit sedang mendung. Dan
seperti yang aku duga tak lama setelahnya pun turun hujan. Suasana ini seolah
menggambarkan perasaanku yang kualami karena masalah pekerjaan yang kuhadapi.
Lalu tiba- tiba seorang wanita datang
dengan memakai payung dan ikut berteduh di bawah halte bus bersamaku. Ternyata
dia Rena.
“Aku punya beberapa cemilan, apa
kamu mau?”
“Ya, aku minta sedikit”
“Hari ini benar- benar melelahkan
ya?”
“Ya, banyak masalah yang kuhadapi
hari ini”
“Mungkin tidak banyak yang bisa
kulakukan, tapi tidak usah ragu- ragu untuk meminta bantuanku”
“Oh, iya. Terima kasih karena
selalu membantuku menghadapi saat- saat yang sulit. Aku merasa aku bisa
melakukan apapun selama kamu selalu bersamaku”
“Be...begitu ya, kalau begitu mari
kita sama- sama berjuang Nico”, kata Rena dengan pipinya yang agak memerah.
“Ya, aku akan berjuang”
...............
“Ini saat yang tepat aku harus
mengatakannya sekarang atau tidak sama sekali”, kata Rena didalam hatinya.
“Nico, begini sebenarnya aku”
Sambil menghela nafas sejenak Rena
melanjutkan ucapannya, “Aku menyukaimu, jadilah kekasihku”
“Ehh, sejak kapan”, jawab Nico
dengan wajah yang kelihatan bingung harus berekspresi seperti apa.
“Sejak sekolah dulu. Aku tidak
pernah bisa mengatakannya karena aku takut kamu akan menolakku dan menjauhiku.
Apalagi sejak kamu berpacaran dengan Erika. Mungkin ini adalah keegoisanku tapi
sejak kamu putus dengan Erika, aku merasa ini adalah kesempatan yang baik
untukku. Karena itu jadilah kekasihku”
“Ehhh, tapi ini sedikit mendadak.
Aku bingung harus bagaimana”
“Apa kamu tidak menyukaiku? Apa
kamu tidak mau denganku? Kamu tidak harus menjawabnya sekarang. Aku akan selalu
menunggu jawabanmu karena itu setidaknya tolong pertimbangkanlah”
“Ehm, sebenarnya aku juga merasa
kalau kamu adalah salah satu orang yang berharga bagiku. Apa lagi kamu selalu
ada saat aku membutuhkanmu. Aku tidak terlalu paham dengan perasaanku. Tapi aku
sedikit senang saat kamu mengatakan kalau kamu menyukaiku. Lagipula aku juga
merasa bisa melakukan apapun selama kamu bersamaku. Walau aku kurang yakin,
bagaimana kalau kita mencobanya dulu”
“Ya, aku tidak masalah”
Sejak saat itu hubungan mereka pun
semakin dekat. Hingga suatu hari, mereka memutuskan untuk menjalani sisa hidup
mereka bersama selamanya.
[Tamat Another Ending]
Comments
Post a Comment